Senin, 16 April 2018

Side Stories Youkoso - Volume 1 Horikita SS

Salah satu Ilustrasi di Vol 1

“Hei, apakah kau terkadang merasa bahwa dirimu itu tak peduli dengan apapun yang terjadi di dunia ini?”
“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal semacam itu? Itu buruk, aku tidak pernah merasa pesimis sepanjang hidupku.”
“Aku sedang tidak membicarakan tentang kehidupan pesimis seseorang. Ah, sepertinya ini bukanlah sesuatu yang cocok dibicarakan denganmu.”

Setelah mendengar jawabanku itu, Horikita kemudian secara terang-terangan mengubah sikapnya menjadi jijik, kemudian matanya menatapku aneh, lalu nafasnya dia hela dengan cukup berat. 

“Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau coba bicarakan?”
“Aku hanya berpikir, apakah arti dari seseorang berjuang keras di dalam dunia yang penuh dengan meritokrasi ini?”

[TLN: Meritokrasi adalah bentuk pemerintahan atau administrasi di mana para pemimpin dipilih berdasarkan prestasi atau kemampuan mereka.]

“Tentu saja hal tersebut bermanfaat untuk kehidupan ‘mereka’ kelak, apa kau sebegitu bodohnya?"  
“Sampai berani menghinaku sebagai orang bodoh… Baiklah, kalau begitu aku tanya, kata ‘mereka’ yang kau ucapkan itu mengacu kepada siapa?”
"Bukankah sudah jelas itu mengacu kepada kualitas dalam ‘diri kita sendiri’, dan tentunya ini akan di akhiri dengan apakah kita berhasil atau tidak dalam mendapatkan pekerjaan yang memiliki status tinggi di masyarakat kelak?”

Horikita menjawab itu seolah-olah itu alami. Tentu saja, bukan berarti aku tidak memahami apa yang dia maksudkan.

Alasan utama seseorang pergi belajar ke sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA, Universitas, atau bahkan sampai Pascasarjana adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan.

Tentu saja, mimpi-mimpi yang sedari kecil sudah didamba-dambakan bisa terwujud dengan selalu berjuang giat juga termasuk di dalam hal ini. Namun, mimpi-mimpi tersebut hanyalah minoritas kecil belaka, dan mungkin ada juga mimpi-mimpi ambisius lain yang diinginkan yang mana hal tersebut tidak dapat dicapai hanya dengan cara berusaha keras saja.

“Kalau begitu, Horikita, ingin jadi apa kau di masa depan nanti?”
“Aku belum memutuskannya, karena aku masih samar-samar dengan berbagai macam kemungkinan tak terbatas yang kumiliki.”

Aku kira tidak ada lagi orang lain yang bisa menyanjung diri mereka sendiri sebaik yang dilakukan Horikita.

Tidak membiarkan orang berpikir bahwa dia hanya memberikan alibi atas fakta bahwa dirinya belum memutuskannya, mungkin inilah salah satu kelebihan Horikita.

“Apa yang kau ingin lakukan di masa depan? Aku yakin kau pasti belum memikirkan tentang itu.”
“Jangan salah sangka denganku. Bisa saja aku diam-diam memiliki sebuah mimpi yang tak terduga, iya kan?”
"…Kau benar. Meskipun kemungkinannya sangat rendah, untuk sementara waktu aku akan bertanya ulang dengan serius. Apa yang kau rencanakan untuk masa depan? Apakah kau sudah membuat rencana akan hal tersebut?”
"Aku ingin menjadi Perdana Menteri."
"... Aku bodoh karena sudah bertanya padamu dengan serius."

Horikita pun memegang dahinya, lalu beranjak tuk membelakangiku.

“Hei tunggu, tolong dengarkan aku. Aku hanya bercanda tentang menjadi Perdana Menteri. Apa yang kuinginkan yaitu sesuatu semacam Pegawai Negeri.”
"Untuk seseorang yang senang menghindari hal-hal merepotkan seperti dirimu, impianmu itu sudah berada di jalan yang lurus... tapi apa kau yakin bisa menggapainya?"

Mendengar pernyataan dari Horikita, dia jelas-jelas sedang meragukan kemampuan yang aku miliki.

“Menjadi Pegawai Negeri itu ... itu adalah suatu hal yang secara tak terduga bisa kau raih, jika dirimu memang benar-benar ingin meraihnya.”
“Seseorang yang memiliki model pikiran seperti ini biasanya tidak akan berhasil mewujudkan impiannya. Saranku, lebih baik kau menjadi penjaga minimarket saja disisa hidupmu yang ada.”
"Perkataanmu itu sudah seperti mengejek semua penjaga minimarket yang bekerja di seluruh negeri ini."
“Bukan, aku tetap menghormati para pekerja minimarket yang memiliki integritas. Hanya saja aku sedang memikirkan dirimu yang bisa jadi mengalami penurunan. Kau kemungkinan besar akan menjadi seorang pegawai minimarket yang malas. Aku percaya ini diluar batas nalarku.”
“Tiba-tiba aku merasa seperti ingin menangis.”
“Jika kau benar-benar memiliki mimpi yang ingin kau raih, maka kau perlu memanfaatkan waktu yang ada untuk melangkah maju sepenuhnya, sekalipun kau masih seorang pelajar sekarang. Karena meskipun nanti kau mungkin akan menyesal, kau tidak dapat memutar ulang waktu tersebut. Lalu pada akhirnya, apa yang akan terjadi di depan matamu adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa diubah.”
"… Aku akan mengingat itu."

Meskipun aku dan Horikita berada pada usia yang sama, aku tidak dapat melakukan apa-apa selain berpikir bahwa aku sedang dinasihati oleh seorang guru.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar