KEDUDUKAN SEORANG KUTU BUKU
Ini agak mendadak, tapi
dengarkan dengan serius pertanyaan yang akan aku tanyakan dan pikirkan
jawabannya dengan hati-hati.
Pertanyaan
: Seberapa pentingkah penampilan luar?
Dewasa
ini semua manusia di bumi berlomba-lomba mempercantik penampilan luar mereka
dengan berbagai tujuan. Ada yang bertujuan untuk menjadi selebriti, untuk
mempermudah dirinya mendapatkan pacar, agar mengikuti mode, bahkan berpenampilan
luar menarik sekarang menjadi salah satu syarat di terimanya seseorang dalam
suatu pekerjaan. Tapi apakah ini juga berlaku untuk benda mati, misalnya buku?
Ayolah tidak usah jauh-jauh, kita sebagai seorang murid sekolahan apakah kita
dinilai dari penampilan luar kita?
Jujur
saja aku masih bimbang dengan pendapat yang menyatakan bahwa “Jangan nilai
sesuatu dari luarnya”. Kalimat masyhur ini mungkin hampir 90% orang akan
menyetujuinya. Tapi entah kenapa aku masih ragu. Kalian mungkin pernah
mendengar cerita tentang seorang pengemis jalanan yang mengumpulkan uang Rp. 15
juta dalam sebulan dari uang hasil mengemisnya.
Pakaian
tak layak pakai, memiliki bau badan yang menyengit, ekspresi muka yang datar,
mata yang sayu, rambut yang kusut, tubuh yang kerempeng, atau bahkan sampai
anggota tubuh yang “hilang”. Kurang daya tarik apalagi yang membuat orang
enggan bersimpati kepadanya?. Lantas dengan pemilihan lokasi yang strategis,
pundi-pundi uang pun mulai mengalir dan tanpa kita sadari dia menjadi lebih
kaya dari kita hanya dengan mengemis.
Pendapat
ini tentunya juga berlaku untuk benda mati seperti buku. Buku yang tebal dengan
design sampul yang menarik mata, di dukung penerbit dan penulis terkemuka maka
akan divonis “Recommended” oleh orang-orang, tetapi ternyata isinya hanyalah
sebuah komedi yang garing dan cerita cinta yang terlalu mengada-ngada. Otakku
pun mulai membentuk mind-set bahwa memang benar jangan menilai seseorang hanya
dari sampul luarnya.
Tapi
suatu hari aku memikirkannya lagi dan bertanya-tanya apakah pendapat ini memang
benar?
Jika
dengan pendapat “jangan melihat sesuatu hanya dari luarnya saja” bisa membuat
seseorang menjadi enggan bersimpati kepada pengemis dan tidak jadi membeli sebuah
buku. Lalu kenapa masih ada orang yang mengetahui pendapat itu tetapi masih
tetap bersimpati kepada pengemis dan masih tetap membeli buku tersebut?
Dengan
kata lain, pendapat “jangan melihat sesuatu hanya dari luarnya saja” adalah
salah.
Salah
satu kepuasaan alami seorang manusia yaitu dengan bisa melihat. Sederhanya, apa
yang kita lihat itulah yang akan kita nikmati dan bayangkan. Bohong besar jika kalian
mengatakan bahwa penampilan luar seseorang hanya menggambarkan 90% dari keseluruhan
orang itu dan 10% lainnya adalah faktor kecantikan alami atau alibi-alibi lainnya.
Aku yakin bahwa masih ada orang lain selain aku yang sependapat denganku bahwa 100%
dari 101% penampilan luar orang itu menggambarkan seluruh tampilan orang itu
seperti apa.
Vonis
penampilan luar inilah yang membuat seseorang masih tetap bersimpati kepada
pengemis dan masih tetap membeli buku yang di rekomendasikan tersebut walaupun
dia tahu pendapat “jangan menilai sesuatu hanya dari luarnya” saat hendak
membantu seorang pengemis atau ketika hendak mencari sebuah buku.
Biar
kuberi permisalan yang mudah dipahami jika kalian belum mengerti.
Contoh
sederhananya yaitu peristiwa yang biasa terjadi di lingkungan sekolah. Pada
awal MOS sekolah. Tiga cowok berdiri di depan kelas. Mereka adalah kandidat
untuk dijadikan ketua pleton. Yang pertama, seorang yang tinggi, keren dan kaya
(dilihat dari pakaian dan aksesorisnya). Kemudian yang kedua, seorang yang tingginya
sedang, kutu buku dan pemalu (dilihat dari kacamata dan buku kecil di kantong
bajunya). Kemudian yang ketiga, seorang yang tinggi, memiliki badan tegap dan
tegas (dilihat dari sikapnya saat berdiri dan menatap).
Bila
ini kondisi “Ini baru pertama kali aku melihatnya” maka yang mana yang akan anggota
kelas pilih? Pilihan ketiga adalah jawaban yang realistis. Jawaban ini di
pengaruhi oleh vonis penampilan luar yang di berikan anggota kelas terhadap
ketiga kandidat tersebut. Penampilan luar mereka langsung menggambarkan seperti
apa karakter orang tersebut. Walau terkadang kenyataannya malah
bertolak-belakang.
Kesimpulanku
berakhir dengan pendapat bahwa penampilan luar orang itu menggambarkan seluruh
tampilan orang itu seperti apa. Ketika seseorang melihat seorang pengemis
jalanan dengan segala penderitaannya maka mereka akan memvonis pengemis
tersebut sebagai seorang yang layak di kasihani berdasarkan tampilan luarnya.
Walaupun kenyataannya pengemis itu lebih kaya dari kita. Ketika seseorang
melihat sebuah buku - buku kuno dengan design yang jelek maka dia hanya
menghiraukannya dan hanya mencari buku - buku yang terpajang kata
“Recommended”. Walaupun kenyataannya buku kuno itu adalah sebuah masterpiece.

Vonis
Ini berlaku untuk semua manusia, termasuk seorang murid sekolahan. Seorang cowok
yang tinggi, ganteng, keren, dengan aksesoris yang mewah pasti akan disangka
sebagai seorang pangeran yang kaya. Seorang cewek yang cantik, rambut terurai,
dan pintar pasti akan disangka sebagai cewek idola sekolah. Begitu juga dengan
guru yang berambut botak, berkumis lebat, dan selalu membawa mistar panjang
ketika mengajar maka pasti akan disangka sebagai guru killer di sekolah.
Hal ini
juga berlaku untuk pemuda – pemuda sepertiku yang selalu menenteng tas tebal
yang berisi buku-buku dengan kacamata yang tak pernah tanggal maka pasti dia
akan di kira sebagai pemuda yang kutubuku, pintar dan pemalu.
Aku membagai
golongan - golongan murid di sekolah menjadi tiga golongan. Kedudukan pemuda
yang divonis sebagai kutubuku berdasarkan tampilan luarnya berada di golongan
bawah. Golongan bawah berisi orang-orang biasa nan lemah, kuper, bodoh dan
tidak memiliki sesuatu yang menarik. Sedangkan golongan menengah berisi
orang-orang yang menarik, kuat, pandai bergaul, pintar dan memiliki sesuatu
yang dapat ditawarkan untuk orang lain. Dan golongan atas berisi orang-orang
istimewa yang berbeda dari yang lain. Golongan ini merupakan gabungan sifat
dari golongan bawah dan menengah sehingga menciptakan sesuatu yang spesial.
Aku
sebagai seorang yang hobi membaca buku-buku memang layak divonis sebagai
anggota golongan bawah. Membawa buku-buku tebal, membaca di tempat kesunyian
dan jarang berinteraksi dengan orang lain adalah alasan yang tepat jika kalian
ingin memvonisku sebagai golongan bawah. Tapi satu hal yang harus kalian tahu
bahwa aku ini berbeda. Aku ini istimewa. Aku ini seorang elite. Aku adalah
golongan bawah yang spesial. Karena kalian semua tidak tahu, bahwa sebenarnya
aku adalah seorang [mantan pangeran sekolah]. Dan juga masa lalu kelamku
sebagai seorang… [bandit mesum].
(nb : Lakukanlah sesutu yang menurut kalian bener, TS hanya beriseng pendapat)
VOL 1 CHAPTER 1
DAFTAR ISI
VOL 1 CHAPTER 1
DAFTAR ISI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar