VOLUME 1 CHAPTER 3
“MOBIL HITAM”
Setelah berhasil
kabur dari pertengkaran kecilku dengan Karin, aku pun langsung memacu motorku sekencang-kencangnya
agar aku dapat segera sampai di sekolah. Tidak sampai setengah kilometer jarak
yang aku tempuh, aku merasakan goyangan aneh pada motor hitamku ini. Aku lalu berhenti
dan turun dari motor untuk memeriksa keadaan motorku ini.
“Sial..! ban motor
pake acara bocor lagi..“ desahku kesal.
Bangun kesiangan,
bertengkar dengan adik perempuanku dan sekarang ditambah ban bocor? Apa ini
hari sialku? Aku tak percaya aku yang selalu merawat motorku ini setiap hari
harus mengalami kebocoran ban di salah satu hari yang sangat aku tunggu-tunggu
ini.
Aku kemudian mencoba
mengamati keadaan sekitarku. Rumah yang berada tepat didepanku ini mencantumkan
simbol “Perumahan Griya Wisata” dengan nomor keterangan Blok F-12. Sepertinya
aku masih berada didalam komplek perumahanku. Rumahku sendiri berada di Blok
D-5.
Aku pun
mengeluarkan smartphoneku dan hendak mengecek perkiraan jarak yang
tersisa menggunakan bantuan aplikasi Gmaps yang kupasang di smartphoneku.
Berdasarkan
perhitungan dari aplikasi Gmaps, aku tinggal sekitar 200 m lagi untuk keluar
dari perumahanku ini untuk sampai di jalan raya. Dan sebagai orang yang selalu
mengelilingi komplek ini setiap paginya, aku paham betul setiap jengkal bagian
komplek perumahan ini termasuk letak bengkel motor yang ada.
Bengkel motor
didekat rumahku hanya ada satu yang mana juga merupakan bengkel motor langgananku
untuk menservice motor-motorku. Karena lumayan sering bolak-balik pergi
ke bengkel motor itu, aku menjadi cukup akrab dengan mereka. Berdasarkan
perkiraan Gmaps, bengkel motor tersebut berada sekitar 500 m dari
posisiku sekarang.
![]() |
Gmaps abal-abal wkwk |
Kau boleh tidak
percaya, tapi jujur sekarang aku sekarang berada dalam kondisi dilemma antara 4
pilihan. Pilihan pertama yaitu menitipkan motorku di rumah tetangga yang berada
di Blok F-12 itu, lalu pilihan kedua yaitu pergi ke bengkel motor di komplek
rumahku yang jaraknya 500 m dari posisiku sekarang, lalu pilihan ketiga pergi
ke jalan raya yang jaraknya 200 m dari posisiku sekarang dan mencari bengkel
motor yang biasanya berlimpah jumlahnya dan kemudian yang terakhir pilihan
keempat yaitu pulang kerumahku yang jaraknya tidak sampai setengah kilometer dari
posisiku sekarang dan memakai motorku yang lainnya.
[Hhmm]
Aku diam sebentar
dan mulai menganalisa baik-buruknya dari 4 pilihan yang ada.
1) Pilihan pertama adalah solusi yang cepat namun sangat
beresiko.
2) Pilihan kedua adalah solusi yang tepat namun jaraknya
cukup yang harus ditempuh cukup jauh.
3) Pilihan ketiga adalah solusi yang lumayan efektif jika
dibanding pilihan kedua, Resikonya pun cukup minimum.
4) Pilihan keempat adalah solusi paling realistik jika tidak
mau repot.
“Hmm.. Pilihan
mana yang harus kupilih?”
![]() |
wanj*r kena kage bunshin |
[Aku juga
penasaran dengan pilihanmu. Jika berkenan mohon respons pada kolom
komentar].
Bukan pilihan
terakhir, bukan juga pilihan kedua apalagi pilihan pertama. Aku memutuskan
untuk memilih pilihan ketiga.
Kau belum benar –
benar mengenal karakterku jika kau memilih nomor empat dengan alasan:
“Dia pasti balik
ke rumah karena dia benar – benar sayang sama motornya dan tidak mau asal taruh
sembarangan motor kesayangannya itu”.
Dan kau juga
salah jika memilih pilihan kedua dengan alasan:
“Yah paling dia
titipan motornya di tempat tukang bengkel yang dia kenal itu. Kan enak kalau
sudah akrab bisa “main mata” jadinya”.
![]() |
Ini scene paling TS tunggu pas nonton danganronpa :v |
Salah. Sekali
lagi kau salah besar jika sampai berpikiran seperti itu. Pemikiran seperti itu memang
cukup logis untuk dijadikan alasan, tetapi itu berada diurutan setelah pilihan
ketiga dan aku jelas tidak akan memilih pilihan pertama karena itu sangat
beresiko.
Biar kuingatkan
kembali kau bahwa aku ini adalah orang yang memiliki prinsip “Semakin cepat aku
sampai ditujuan maka aku akan semakin cepat membaca buku” ketika berkendara. Jadi,
pergi ke bengkel motor yang jaraknya lumayan jauh untuk aku tempuh bukanlah
opsi yang sesuai dengan prinsipku.
Dengan mengambil
jarak tempuh yang hanya 200 m dengan bonus opsi pilihan jumlah bengkel yang
banyak (dijalan raya depan perumahanku sangat banyak bengkel motor bertebaran) maka
pilihan ketiga seperti menjadi pilihan yang paling menggiurkan dalam kondisiku
saat ini.
Seperti yang kau
ketahui aku menyukai John -nama motor hitam yang sedang kupakai- dan aku tidak
akan pernah meninggalkannya disembarang tempat. Aku juga enggan untuk pergi ke
sekolah dengan motor lain selain John. Jadi, pilihan ketiga ada pilihan yang
paling realistik bagiku dalam kondisiku saat ini.
Dengan memilih
pilihan ketiga maka aku dapat segera menservice ban motorku dan aku juga
dapat berangkat sekolah dengan motor kesayanganku ini. Setidaknya itulah
rencanaku.
![]() |
Sial! kok tutup cok |
Sayangnya… aku
lupa bahwa hari ini adalah hari kesialanku. Setelah aku sampai dijalan raya
bengkel motor memang banyak, tapi mereka semua ternyata belum buka.
“Wahai pemilik
bengkel motor dan tempat usaha lainnya, apakah kalian tidak mengetahui prinsip
semakin cepat kau buka usahamu maka akan semakin untung usahamu?” desahku kesal.
Aku pun menyerah
dan pasrah terhadap nasib sialku ini. Aku lalu memasang standar pada motorku
sehingga motorku menjadi tersangga dan aku pun menyandarkan tubuhku yang cukup
lelah karena harus berjalan sambil mendorong motor hitam yang berat ini pada
bagian body motornya.
Dalam posisi
tersebut, aku terus memutar-mutar otakku untuk memikirkan apa rencanaku
selanjutnya untuk mengatasi permasalahan yang saat ini sedang kualami.
Saking sibuknya
aku berpikir, aku sampai tidak sadar bahwa ada sebuah mobil hitam berkilau sedang
berhenti tepat di depanku. Aku baru menyadari keberadaan mobil ini saat mobil
tersebut membunyikan klaksonnya.
“Ahh.. mobil ini”
gumamku dalam hati.
![]() |
Mobil hitam |
Aku tahu mobil
hitam berkilau ini. Mobil ini adalah mobil yang biasa aku lihat di depan
rumahku ketika aku hendak mengeluarkan John. Orang yang biasa menaikinya selalu
memakai setelan jas hitam dan ditemani oleh sopir pribadinya untuk berangkat. Mobil
yang hanya dapat kulihat di waktu pagi hari saja. Benar.. mobil ini adalah
mobil ayahku.
Kau tahu MatahariMall,
Parsley, Carefour, atau pusat
perbelanjaan terkenal lainnya?
Ayahku adalah
seorang direktur perusahaan dari Centriz Group, perusahaan yang sedang
naik daun yang menggeluti berbagai bidang usaha seperti Shopping centers,
Department stores, Rumah makan bahkan Hotel. Bisa dikatakan
ayahku ini adalah orang hebat yang sangat sukses dalam karirnya.
Tapi bagiku,
ayahku ini tidak lebih hanyalah seorang pria yang workholic.
![]() |
Namanya Tamrin |
Jujur saja aku
jarang sekali bertemu dengannya baik dirumah atau di tempat lainnya karena
ayahku ini selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dia berangkat ketika hari masih
pagi dan pulang ke rumah ketika malam sudah cukup larut. Pertemuanku dengannya
dalam seminggu bahkan dapat aku hitung dengan jariku.
Jendela mobil
perlahan mulai turun sehingga aku dapat melihat wajah ayahku yang sedang duduk
dikursi belakang dan Pak Budi yang sedang menyopir.
Setelah kaca
jendela mobil benar-benar terbuka, ayahku pun kemudian langsung menoleh kearahku
dan berkata:
“Kau, motormu
kenapa? Bocor?” tanyanya dari dalam mobil.
“Iya bannya bocor”
jawabku jujur.
Sebagai seorang workholic,
aku heran kenapa ayahku masih saja sempat - sempatnya menyisihkan waktunya
untuk berbicara kepadaku.
Dia diam sebentar
seperti memikirkan sesuatu kemudian kembali melanjutkan perkataannya.
“Pak Budi, saya
minta tolong motor Aldi diservis pak.. ”.
Wow aku tidak
percaya ayahku yang super sibuk ini mau membantuku.
“.. Kemudian
kalau sudah selesai motornya langsung diantar ke sekolahnya. Mobilnya biar saya
saja yang bawa” jelas ayahku dengan tegas.
“Baik, Pak Tamrin
-nama ayahku-”.
Aku hanya terdiam
ketika Pak Budi -sopir pribadi ayahku- mulai mendorong motorku menuju bengkel
motor terdekat yang sepertinya sudah buka.
Pilihan kelima :
Menelpon orang rumah dan meminta bantuan.
![]() |
Telpon gak ya? |
Aku sudah
memikirkan adanya opsi tersebut bahkan sejak awal ban motorku bocor. Namun
resiko yang harus kutanggung adalah aku harus mempertaruhkan hubunganku dengan ayah
dengan meminta bantuannya. Jujur hubunganku dengan ayah tidaklah sebagus yang
kau perkirakan.
Setelah Pak Budi
pergi, ayahku pun langsung keluar dari mobil dan segera menuju ke pintu depan mobil
untuk duduk dikursi pengemudi. Setelah berada didalamnya, dia bertanya sesuatu
kepadaku yang masih berada di luar.
“Kau.. mau masuk
atau tidak?” tanya ayahku tanpa melihat kearahku.
Ini dia.. ini
sifat ayah yang selama ini kuketahui. Mata tajam, raut muka serius dan
kata-kata pedas yang keluar dari mulutnya. Melihat sikap dia tadi yang sok-sokan
baik dengan menolongku membuatku menjadi jijik.
![]() |
Apa kau liat-liat? |
“Kuharap kau bisa
cepat putuskan karena ayah cukup sibuk”.
Bisa dikatakan
bahwa hubunganku dengan ayah tidaklah cukup bagus bahkan aku cenderung untuk membenci
ayahku ini. Tapi, aku tak mau dia sampai membenciku. Cukup aku saja yang
membencinya.
Maka ketika dia
bertanya suatu hal kepadaku, aku harus benar-benar memikirkan jawaban yang
tepat. Jangan sampai jawabanku membuat dia malah jadi membenciku”.
“Sepertinya
jalanan macet, aku naik bis saja” jawabku tegas.
“Baiklah.. ”
jawabnya sambil memacu mobilnya bergerak.
Meskipun aku
cenderung membenci ayahku tapi rasa benciku tidak sampai ketaraf ingin
memusuhinya. Hal-hal seperti menunggu dia pulang kerja atau mengingatkannya agar
lebih memperhatikan kami aku rasa tidak perlu sampai kulakukan.
Aku bukan anak
kecil lagi yang akan marah jika tidak diacuhkan. Aku sudah cukup besar untuk
memahami hakikat bekerja dan segala konsekuensinya. Toh, ayahku selama ini bekerja
keras semuanya demi kami juga.
![]() |
Apa makna dewasa? |
Aku menolak ajakannya
juga bukan karena aku memusuhinya. Aku hanya tidak ingin berada didalam posisi
canggung ketika nanti berada didalam mobil. Tapi itu bohong..
Jika aku hanya
berduaan dengan ayahku maka yang selalu ia bicarakan adalah tentang masa lalu
kelamku. Jadi, alasan sebenarnya aku menolak ajakannya barusan karena aku tidak
mau dia mengungkit-ngungkit masa kelamku saat kami hanya berduaan.
[Haaa]
Sepertinya aku
cukup lama bermonolog. Baiklah bagaimana jika semua ini segera kuakhiri? Aku sudah
tidak sabar ingin segera membaca buku.
Setelah ayahku
pergi, aku lalu bergegas menuju halte bus yang berada cukup dekat dari posisiku
sekarang. Aku berharap dengan sisa waktu yang kumiliki ini aku masih dapat tiba
di sekolah tepat waktu. Setidaknya biarkan aku berharap hal baik akan terjadi
padaku walaupun hari ini adalah hari sialku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar