EPILOG
“PESTA KECIL-KECILAN”
Wajah Karin
ketika sedang tidur sangatlah lucu. Membandingkan wajah cantiknya itu dengan sebuah
boneka Barbie aku pikir bukan suatu hal yang salah. Dia terlihat sepeti cewek polos
yang alim yang belum tahu menahu tentang hal-hal mesum. Aku memandang wajah
cantiknya itu cukup lama sebelum akhirnya aku harus rela untuk segera membangunkannya
karena bus yang kami tumpangi akan segera sampai dihalte dekat komplek
perumahan kami.
![]() |
jgn begadang ya |
“Bangun.. Bangun..
Karin” ucapku dengan cukup kuat.
Sudah berapa kali
aku memanggilnya tapi adik perempuanku ini belum bangun juga. Aku pun
memutuskan menepuk-nepuk pipi adik perempuanku ini sambil memanggil-manggil
namanya.
“Karin.. Bangun!”
ulangku sambil menepuk pipinya.
“Oh.. Kakak? Ada
apa?” tanyanya kebingungan.
Kali ini
sepertinya usahaku berhasil.
“Kita sudah mau
sampai dekat rumah, ayo cepat bangun” perintahku lembut.
“Ohh.. begitu ya.
Baiklah.. aku bangun deh” jawabnya lesu.
Karin pun
akhirnya bangun dan duduk dalam posisi normal kembali. Ahh.. aku tak tega
merelakan bahuku ini harus kehilangan teman sandarannya.
Bus yang kami
tumpangi pun akhirnya tiba dihalte dekat rumah kami. Aku dan Karin pun lalu
segera turun dan mulai berjalan menuju kerumah kami. Oh iya, sebelumnya kami
habis dari berbelanja bahan makanan dari supermarket terdekat. Aku terpaksa
harus naik bus karena adik perempuanku ini ngotot ingin pergi kesana dengan
naik bus. Setelah kupikir-pikir, aku memilih untuk menyetujui tawarannya saja karena
biasanya pada hari libur seperti ini jalan menuju supermarket cukup ramai.
Semenjak insiden
sialku saat hari pertama masuk sekolah, aku belum pernah lagi berpergian dengan
naik bus. Jadi mungkin kali ini tidak ada salahnya jika aku menuruti kemauan
adik perempuanku ini. Kami berbelanja bahan masakan karena hari ini rencananya
kami sekeluarga akan mengadakan “pesta” kecil-kecilan yang rutin dilakukan
setiap bulannya.
Selama diperjalanan
menuju kerumah kami, aku dan Karin pun berbincang-bincang.
“Kak Aldi, hari
ini kita mau masak apa?” tanya Karin dengan semangatnya.
“Hmm… Apa ya?
Kalau tidak salah, ibu bilang tadi katanya dia mau masak banyak kan?” jawabku
sambil memegang daguku.
“Karin bukan
nanya jumlah masakannya banyak atau sedikit. Tapi jenis makanannya apa aja loh?”
balasnya kesal.
“Hmm.. Kalau
begitu nanti bagaimana kalau kita masak air?”
“Ihh.. Kak Al
yang serius napa. Aku penasaran nih”
Melihat ekspresi
kesal dari seorang adik perempuan adalah salah satu kenikmatan tersendiri bagi
seorang kakak. Haha..
![]() |
lg ngambek nih |
“Baiklah. Kita
nanti akan masak mie goreng, telor goreng, nasi goreng, ayam goreng, ikan
goreng, cumi goreng sama kerupuk. Pokoknya tema pesta kali ini serba goreng”.
“Ohh.. Serba
goreng ya? Yes.. pasti gampang kalau cuman digoreng” ucapnya dengan
wajah semangat.
“Hmm.. Walaupun
tinggal goreng doang, tapi nanti jangan sampai gosongloh” peringatku padanya.
“Ish.. kakak kok
gak percayaan banget sih?” tanyanya dengan muka cuek.
“Heh? Kakak cuman
khawatir saja. Kakak percaya kok sama Karin” godaku sambil mengelus rambut
panjangnya.
“Iya.. iya.. deh.
Pokoknya kakak nanti lihat aja pasti masakanku gak gosong” ucapnya sambil
tersipuh malu.
“Haha.. awas loh
kalau nanti sampai gosong” jawabku sambil tertawa kecil.
[Haha]
![]() |
rasain lo wkwk |
Lagi, kali ini aku
benar-benar menikmati lagi saat-saat seperti ini. Setelah membuatnya kesal kali
ini aku bahkan berhasil menipunya dan lebih parahnya lagi dia ternyata percaya.
Haha.. Jujur, menjahili adik perempuanku itu adalah suatu kenikmatan tersendiri
bagiku walaupun aku tahu resikonya dia akan balas dendam padaku lebih sadis. Meskipun
begitu, aku tidak akan kapok melakukannya karena melihat ekspresi dia saat marah
itu juga bukanlah suatu kerugian.. Haha.
Kami berdua
berhenti berbicara sebentar. Tak kusadari bahwa ternyata mengobrol sambil
berjalan itu membuat perjalanan menjadi terasa singkat. Kami sudah berjalan
hampir setengah perjalanan dan hanya tinggal beberapa ratus meter lagi untuk
sampai dirumah kami. Dalam sisa jarak yang tersisa itu, Karin bertanya sesuatu
yang sedikit membuatku shock.
“Kak Aldi.. “ dia
memanggiku dengan lembut.
“Ada apa?”
jawabku cuek.
“A-pa kakak saat
ini sedang berpacaran?” tanyanya lesu dengan tidak percaya diri.
![]() |
kepo deh si neng |
Uhuk.. uhuk.. aku
langsung mendadak batuk karena terkejut mendengar hal itu.
Tunggu sebentar..
Bagaimana bisa topik tentang makan-makan langsung mendadak berubah menjadi
topik tentang berpacaran? Lebih-lebih yang bertanya padaku ini adalah adik
perempuanku. Bukankah hal semacam itu biasanya ditanyakan oleh seorang kakak kepada
adiknya dan bukan sebaliknya kan? Ah.. adikku ini memang cukup aneh.
“Eh.. Berpacaran?
Untuk saat ini aku belum memikirkannya” jawabku jujur.
Aku menjawab
seperti itu karena dimasa depan kelak aku juga memiliki rencana untuk memiliki
seorang pacar. Jadi buat jaga-jaga aku bilang “saat ini” bukan “tidak akan”.
“Hm.. begitu ya”
jawab adikku tampak tidak senang.
“Lebih-lebih kau
tahu dari mana gosip aneh seperti itu?” tanyaku penasaran.
Dia sedikit
terkejut mendengar pertanyaanku itu. Bisa dikatakan saat ini dia sedang gugup
dan bertingkah sedikit aneh.
“Eh.. Anu..
Teman-teman sekelasku bilang seperti itu” ucapnya tidak yakin.
Sepertinya selama
disekolah dia cukup memperhatikan gerak gerikku, kalau begitu agar dia tidak salah
paham lebih jauh lagi lebih baik aku jujur kepadanya sekarang.
![]() |
apa adikku seorang stalker? |
“Aura adalah
seorang cowok. Aku memang cukup dekat dengannya saat disekolah. Kemudian Sherin
-nama cewek absurd-, aku kebetulan memang cukup sering satu kelompok
dengannya tapi kami hanya sebatas teman” ucapku tegas.
Tentu saja perkataanku
yang bilang bahwa aku hanya kebetulan sering satu kelompok dengan Sherin itu adalah
bohong. Aku terpaksa satu kelompok dengannya karena perjanjian yang telah kami
berdua sepakati sebelumnya.
“Eh.. kalau
begitu bagaimana dengan Alyssa dari kelasku?” lanjutnya penasaran.
Aku dan Karin bersekolah
di sekolah yang sama, SMA UB. Tetapi Karin berada dikelas 1 – 1 sedangkan aku
berada dikelas 1 – 3. Jujur saja selain nama teman satu kelas, aku tidak
terlalu hapal nama-nama orang dari kelas lain walaupun aku satu angkatan dengan
mereka.
Aku juga tidak terlalu
sering bergaul dengan orang lain diluar kelasku sendiri, apalagi dia adalah
seorang cewek. Tapi jika kuingat kembali, kalau tidak salah dikelas 1 - 1 aku
hanya mengenal Karin dan cewek tsundere. Tunggu sebentar.. apa Alyssa
yang dia maksud itu adalah cewek tsundere?
“Alyssa, ya? Hm..
Aku memang sempat mengalami beberapa insiden dengannya. Tapi setelah itu kami
tidak pernah berbicara lagi. Bisa dikatakan hubunganku dengannya hanya sebatas
saling mengenal wajah”
“Hm.. Begitu ya.
Baguslah jika begitu” ucapnya mencoba bersemangat kembali.
Walaupun dia
bilang seperti itu, aku tahu dia masih belum percaya benar dengan perkataanku. Membahas
hal seperti ini membuatku teringat atas kenangan masa laluku.
“.. A-ku.. Aku..
masih menungu DIA..” ucapku lesu sambil melihat kebawah.
![]() |
Siapa "Dia"? |
Menyadari perubahan
emosiku, Karin pun segera mengalihkan pembicaraan dengan kembali membahas
tentang masakan. Kami pun kembali berbincang-bincang dan melupakan apa yang
terjadi sebelumnya. Tak terasa kami pun akhirnya sampai juga dirumah kami.
[Salam]
“Kami pulang..”
ucap aku dan Karin serentak.
Saat baru pertama
kali masuk, aku melihat ibuku keluar menyambut kami sambil mengenakan celemek masak
berwarna merah dan spatula yang sedang ia pegang ditangan kanannya.
![]() |
okaid.. |
“Oh sudah sampai
ya .. “ ucap ibuku tersenyum.
“Bagaimana dapat
semua tidak bahannya?” lanjutnya penasaran.
“Iya dapat
semuanya.. Hanya saja ikan lelenya yang ada disana ukurannya terlalu kecil dan
baunya agak aneh, jadi aku beli ikan nila sebagai gantinya. Tidak apa-apa kan,
Bu?” ucapku sambil memakai celemek hendak langsung mulai memasak.
“Iya tidak
apa-apa kok. Ayo Karin.. cepat ganti baju sana terus kalau sudah nanti bantu
ibu dan kakak masak” perintah ibuku.
“Iya Bu..” jawab
Karin sopan.
Walaupun aku
gemar membaca buku, aku bisa dibilang cukup ahli dalam hal masak-memasak. Dulu
sewaktu aku masih kecil, setelah aku selesai membaca buku diatap petang hari,
aku langsung pergi ke kedai pinggir jalan untuk membantu kedua orang tuaku
memulai usaha masaknya. Selama itu juga aku belajar cara memasak dari ayah dan
ibuku.
Setelah adik
perempuanku ganti baju dan memakai celemek masaknya, aku lalu menyuruhnya untuk
membasuh sayuran yang tadi kami beli disupermarket. Disela-sela waktu memasak, kami
bertiga pun berbincang-bincang.
“Ibu, tema
masakan “pesta” hari ini semuanya serba goreng ya?” tanya Karin penasaran.
Akhirnya datang
juga moment ini saat adikku menyinggung-nyinggung soal tema “serba goreng” yang
kukatakan sebelumnya. Haha.. Aku benar-benar tidak sabar.
“Serba goreng?
Ibu memang rencana mau masak beberapa masakan dengan digoreng, paling 1 atau 2
masakan. Tapi gak semua masakan digoreng semua” jelas ibu.
Aku yang sejak
tadi mendengar percakapan mereka berdua hanya bisa menahan tawaku. Sial! Jangan
sampai aku ketahuan bahwa saat ini aku sedang bahagia sekali.
Karin pun lalu melihatku
dengan tatajan tajam dan raut wajahnya yang sedang menahan marah.
“KAKAK!!” teriak
adikku marah.
“Apa?” jawabku
polos seakan tak bersalah.
![]() |
dasar siscon lo! |
Dia
pun mendekatiku dan memukul-mukul badanku dengan sayuran yang sedang dia basuh.
Awalnya aku cukup menikmati perlakuan ini (apa aku seorang masokis?), tapi lama
kelamaan aku mulai kesal.
“Karin.. Karin..
Dengar kakak” ucapku sambil memegang kedua lengan atasnya dengan tanganku.
Saat aku memperlakukannya
seperti itu, Karin lalu berhenti memukulku. Aku lalu mengatakan sesuatu
kepadanya dengan penuh kepercayaan diri.
“Karin… Kau harus
percaya bahwa kali ini kakak benar-benar minta maaf. Kau harus tahu kalau kakak
selalu percaya padamu. Semua orang dirumah ini termasuk ibu dan ayah juga
sangat mempercayaimu. Oleh karena itu, kau juga harus percaya pada kakak”
“Per–caya?”
ucapnya ragu-ragu.
“Benar..
percayalah pada kakak!” ucapku tegas sambil menatap lekat kedua matanya.
Dia diam lalu
menggebungkan pipinya.
“Hah! Percaya
HONGKONGmu! Kakak itu tukang bohong tahu!” ucapnya marah-marah.
![]() |
ndasmu mas |
Karin pun
menghiraukan permintaan maafku dan kembali memukul-mukul badanku dengan sayuran
basah yang sedang ia pegang. Aku juga tak lupa untuk melihat ekspresi ibuku
yang juga ikut tertawa bahagia.
Aku memang dari
awal sudah merencanakan peristiwa penuh tawa seperti ini agar terjadi. Walaupun
harus membuat diriku terlihat tampak bodoh, aku merasa seperti sudah
berkewajiban untuk membuat suasana keluargaku ini menjadi gembira dan tidak
suram. Hal ini juga aku lakukan sebagai salah satu perbuatan penebusan
“dosa-dosaku” terhadap keluargaku ini.
Kami pun kembali
melanjutkan acara masak-memasak kami. Tak hanya masakan utama, kami pun juga
mencoba membuat minuman sendiri. Kali ini Karin diberi tugas oleh ibu untuk
mengurus minuman yang akan dihidangkan dipesta kelak. Tak terasa kami
menghabiskan waktu hingga sore hari untuk menyelesaikan masakan yang kami buat.
Oh iya, pestanya sendiri akan dimulai pada malam hari.
![]() |
ayo siapa yg mau beresin? |
Aku dan Karin pun
mulai membersihkan ruangan pesta dan mulai menyajikan makanan di meja besar
yang ada diruang tengah. Tak lupa minuman pendamping yang dibuat oleh Karin juga
dihidangkan. Ah.. Akhirnya semua selesai dan kami hanya perlu menunggu malam hari
tiba agar “pesta” nya dimulai.
![]() |
ngiler2 dah lo pada wkwk |
Perlu kau
ketahui, “pesta” yang aku maksud sebenarnya hanyalah sebuah acara makan bersama
satu keluarga. Sejak ayahku adalah seorang Direktur Centriz Group, dia
selalu sibuk dengan pekerjaannya dan selalu lembur larut malam hingga membuatnya
tidak pernah jarang sekali makan bersama dirumah. Kami selalu hanya
bertiga untuk makan malam bersama setiap malam harinya. Hal ini membuat Ibuku
berinisiatif untuk membuat sebuah “pesta” setiap bulannya dan membujuk ayah
untuk menyisahkan waktunya. Ayah pun menyetujuinya dan akhirnya terjadilah “pesta”
omong kosong ini.
Bohong besar jika
aku mengatakan aku setuju dengan “pesta” ini. Jujur saja aku tidak menyukai
acara semacam ini dilakukan karena dengan diadakan pesta seperti ini seakan menjadi
bukti kuat bahwa lelaki yang kupanggil ayah tersebut telah gagal menjadi seorang
ayah sebenarnya untuk Aku dan Karin dan seorang suami untuk ibuku.
Ingin sekali rasanya
aku berteriak dan mengungkapkan semua emosi yang kurasakan selama ini kepada
ayahku. Tapi entah kenapa setiap kali aku ingin mengeluarkannya aku selalu
berakhir dengan berhenti melakukannya.
Aku melihat
ibuku.. jujur aku benar-benar tidak bisa
membayangkan saat melihat ekspresi ibuku yang sangat bahagia setiap kali
mempersiapkan pesta itu mendadak berubah menjadi sedih hanya karena keegoisanku
semata. Aku juga mengkhawatirkan Karin, karena hanya pada moment pesta ini
sajalah dia bisa melepas rindu dengan ayahnya itu.
Setelah selesai
menyiapkan seluruh persiapan pesta, Kami bertiga pun menunggu kehadiran ayah
dirumah. Cukup lama kami menunggu kehadirannya namun pada akhirnya ayah sampai juga
dirumah. Aku lalu melihat waktu sekitar sudah pukul 20.00 malam. Hei ayah.. Bukankah
ini terlalu malam untuk kau sebut makan malam?
![]() |
gue bos disini |
“Maaf.. ayah
telat karena tadi ada meeting mendadak dengan client” jelasnya menyesal.
Kami semua
terdiam karena tidak biasanya ayah pulang selarut ini ketika hari pesta. Aku
memerhatikan ekspresi ibu dan Karin yang sama-sama tertunduk kecewa. Aku
sebagai pemimpin sesungguhnya keluarga ini, harus cepat bertindak agar pesta yang
sudah ditunggu-tunggu ini berjalan lancar.
“Ahhh.. Dasar Pak
Budi! Lambat banget kalau lagi bawa mobil” ucapku dengan nada kesal.
“Kalau Pak Budi
bisa agak ngebutan dikit bawa mobil, pasti ayah gak bakal setelat ini” lanjutku
dengan suara lantang.
![]() |
woy siapa suruh kau telat!! |
Maaf Pak Budi.. Aku
tidak kepikiran lagi hal lain yang bisa kujadikan alibi yang bagus. Sekali lagi
maaf Pak Budi, aku janji sebagai gantinya besok aku yang akan membersihkan
mobil ayah.
Perkataanku itu
membuat semua orang menjadi memperhatikanku. Baiklah sesuai rencana, aku akan
“menyerang” ayah terlebih dahulu.
“Hm.. Ayah pasti
capek kan dari pagi tadi kerja terus? Ini coba ayah minum Jus Alpokatnya. Kali
ini Karin loh yang buat minuman” godaku pada ayah.
Ayahku lalu
menoleh kearah Karin dengan senyum diwajahnya.
“Oh.. Karin
sayang. Kamu yang buat minuman ini?”
“.. I-iya“ jawab
Karin malu-malu.
Ayah pun meminum
Jus buatan Karin tersebut, lalu setelah meminumnya ia tak lupa berkomentar.
“Hua.. Jusnya
enak sekali. Anak ayah sekarang sudah jago masak rupanya” ucap ayahku bahagia sambil
mengelus rambut Karin”.
![]() |
whoaa.. kawai cok |
Setelah itu
suasana akhirnya menjadi sedikit cair. Ibu dan Karin pun mulai terbuka dan mengobrol
lepas dengan ayah. Kami pun lanjut memakan makan malam kami bersama. Tak lupa
aku juga menyelingi makan malam ini dengan beberapa lelucon yang sudah
kupersiapkan sebelumnya. Ayahku sepertinya juga mulai mengikuti arus dan mulai
mencoba mengakrabkan diri dengan kami semua.
“Bagaimana Karin
sekolah barunya?” tanya ayah penasaran.
“Hm.. Baik-baik
saja kok yah cuman kakak pas disekolah sombong banget sama Karin kayak gak mau
diganggu aja” ucap Karin melirikku kesal.
Aku pun menyela
pembicaraan mereka dan ikut nimbrung untuk berkomentar.
“Eh.. kakak itu tidak
sombong tau. Karin selalu datang menemui kakak pas di waktu yang kurang tepat
terus. Coba cari waktu yang agak sedikit santai untuk menemui kakak” jelasku
padanya.
“Bohong yah..
Kakak itu sombong banget kalau sudah disekolah” balas Karin tidak mau kalah.
Sudah jelas bahwa
aku akan menghindari pertemuanku dengan Karin saat kami berdua berada
disekolah. Biar aku beritahu, Karin itu termasuk golongan cewek populer
disekolahku sehingga banyak cowok yang menaksirnya. Dan aku tidak mau berurusan
dengan cowok-cowok itu karena mereka belum tahu bahwa aku ini hanyalah kakaknya
saja.
Melihat Aku dan
Karin yang saling menatap kesal satu sama lain, ibu dan ayah pun menjadi
tertawa bahagia. Ayahku pun lalu berkata.
![]() |
akhirnya senyum juga nih orang |
“Haha.. sudah..
sudah. Aldi.. coba sesekali kamu yang duluan mendatangi Karin. Kan tidak ada
salahnya menemui adik sendiri?” perintah ayah padaku.
“Hm.. iya baiklah”
jawabku cuek.
Jujur aku memang
dari luar mengatakan bahwa aku setuju dengan perintahnya, tapi ketahuilah bahwa
itu semua hanyalah omong kosongku belaka.
“Dan Karin.. Kamu
juga harus belajar mandiri ketika disekolah ya sayang. Jangan terlalu ketergantungan
sama kakakmu, mengerti?” tanya ayahku pada Karin.
“Iya.. Baik, yah“
jawab Karin mengerti.
Setelah selesai
menyantap makanan utama, ibu dan Karin pun membenahi meja dan membawa piring –
piring kotor ke dapur. Tampaknya mereka berdua memutuskan untuk langsung
mencuci piring-piring kotor tersebut didapur. Letak dapur dirumah kami ini pun cukup
jauh dari ruang tengah.
Di ruang tengah
hanya tersisa aku dan ayah dengan ditemani teh dan beberapa makanan penutup.
Suasana diantara kami berdua menjadi hening karena baik aku maupun ayah tahu
“identitas” sebenarnya masing-masing dari kami.
Aku sendiri sudah
memperkirakan situasi seperti ini akan terjadi dan untungnya aku sudah
merencanakan topik yang harus dibicarakan bersama ayahku saat kondisi seperti
ini terjadi.
Saat berada dalam
situasi seperti ini, aku hanya perlu berubah menjadi sosok seorang anak bodoh
yang nakal. Dengan kenakalan palsu yang kubuat-buat, otomatis sebagai seorang
Ayah dia akan merasa wajib untuk menasihatiku panjang lebar dan aku hanya perlu
menatap kebawah dan bersikap seakan-akan menyesali semua perbuatanku. Ketika
satu kenakalan palsuku telah selesai dinasihatinya, maka aku hanya perlu
mencari kenakalan palsu lainnya untuk aku bicarakan. Aku akan terus menerus melakukan
pola seperti ini sampai ibu dan Karin selesai menyelesaikan urusannya.
Aku lalu berkata
untuk memulai rencanaku.
“Yah.. uang bulananku
sudah habis. Boleh minta uang lagi gak?” tanyaku polos.
[Tehee]
![]() |
berhasil gak ya? |
Setelah mendengar
perkataanku itu, ayahku tidak berkomentar apapun dan hanya menatapku tanpa
ekspresi. Dia malahan mengeluarkan Aura negatif yang membuat suasana diantara
kami berdua kembali menjadi tegang.
“Aldi…” ucapnya
penuh wibawa.
![]() |
jangan main2 sama gue |
Ah.. Ini dia. Akhirnya
gaya bicara dan sikap dia yang sesungguhnya keluar. Baiklah, kalau begitu kali
ini aku juga akan serius.
“Apa?” jawabku dengan
percaya diri.
“Saya lumayan senang
karena kau sekarang sepertinya benar-benar terlihat berbeda jika dibanding saat
kau masih SMP dulu”.
“Dan kau
sepertinya juga terlihat jauh lebih berguna saat kau sudah meninggalkan hobi mesum
burukmu itu”
“Oh.. Begitu“
balasku singkat.
“Tapi jujur saya
sebagai ayahmu ingin kau untuk segera melupakan segala sesuatu tentang “cewek
itu” ucap ayahku tegas.
Mendengar hal itu
aku langsung terdiam dan membanting gelas yang sedang kugenggam keatas meja
dengan cukup kuat. Lagi dan lagi. Pola pertanyaan seperti ini membuatku muak.
Aku sangat sensitif dengan topik yang membahas masa laluku apalagi jika sudah menyangkut
“cewek itu”.
“Ayah tahu sumber
semua perbuatan nakalmu sewaktu SMP semuanya disebabkan karena perbuatan cewek
itu. Ayah bahkan binggung, sebetulnya apa bagusnya cewek itu?” ucapnya jengkel.
“AYAHHH!!” teriakku
marah sambil berdiri.
![]() |
Tidak! sial! |
Aku lepas kendali
dan tak kusadari aku berakhir dengan membentaknya.
“Sadar Aldi! Lupakan
dia! Kau harus terima kenyataan bahwa kau itu sudah dicampakkan oleh dia! Dia
bukanlah orang yang pantas untuk kau tunggu sampai bertahun-tahun!” teriak
ayahku tegas sambil menatap lekat kedua mataku.
Aku yang tidak
bisa mengelak pertanyaan tersebut hanya bisa berdiri kesal dengan mata
tertunduk sambil mengenggam kuat kedua tanganku. Aku benar-benar tak tahan lagi
dengan situasi ini.
Kegaduhan yang kami
berdua buat sepertinya terdengar oleh ibu dan Karin yang sedang berada didapur.
Aku hanya bisa tertunduk lesu saat Ibuku dan Karin datang menghampiri ruang
tengah tempat aku dan ayah tadi berada.
Ibuku pun lalu
bertanya kepadaku.
“Ada apa, Aldi?
Kenapa wajahmu menjadi sedih begitu?” tanya ibu prihatin.
Mentalku sekarang
sudah benar-benar kacau. Aku tidak bisa lagi berpikir jernih. Ditanya hal
seperti itu disaat kondisi mentalku sedang kacau seperti ini membuatku menjadi
gila.
“Ahh.. Bukan apa-apa. Ayah hanya menegurku soal motorku yang tempo hari bocor dan aku hanya sedikit kesal” ucapku sambil melihat tajam ayah.
![]() |
Biarkan aku sendiri |
“Ahh.. Bukan apa-apa. Ayah hanya menegurku soal motorku yang tempo hari bocor dan aku hanya sedikit kesal” ucapku sambil melihat tajam ayah.
Ibuku pun balik
menoleh kearah ayah seakan hendak mengkonfirmasikan kebenaran tentang
perkataanku sebelumnya.
“Iya benar. Aku
hanya sedikit memarahinya soal motornya tempo hari” jawabnya dingin.
Suasana menjadi
hening. Tidak ada satupun yang mencoba mengalihkan pembicaraan. Ayahku pun
mengambil kesempatan ini untuk segera “kabur”.
“Sepertinya Ayah
sudah cukup kenyang. Ayah ingin mandi dan istirahat, besok pagi ayah ada meeting
penting dikantor”.
“Hm.. Baiklah”
jawab ibu lembut.
“Karin.. terima
kasih yah sayang makanannya.. Anak ayah emang pintar” ucap ayah sambil memeluk
Karin. Dia juga tak lupa mencium kening ibuku.
“Oh i—ya.. yah” Karin
sepertinya cukup senang sampai-sampai dia tersipuh malu.
Sebelum sepenuhnya
berbalik badan, aku dan Ayah sempat bertatap mata sebentar. Setelah itu dia
lalu berjalan menuju kamarnya dan meninggalkan kami bertiga yang masih berada
diruang tengah. Setelah ayahku benar-benar telah masuk kedalam kamarnya, ibu
pun kembali bertanya padaku.
“Aldi.. Jelaskan
keibu sekarang suara ribut apa tadi!” perintah ibuku marah.
![]() |
kasih tau gak ya? |
Aku memang jarang
melihat ibuku marah, tapi sekali dia marah maka dia menjadi sangat menakutkan.
“Seperti yang aku
dan ayah bilang, aku hanya dimarahi oleh ayah soal motorku” jelasku sopan.
Karin pun
mendekatiku dan juga ikut nimbrung mengomentariku.
“Bohong.. Itu pasti
kakak bohong” ucapnya kesal.
“Apa kau juga
tidak percaya padaku, Karin? Bukannya tadi pagi aku sudah bilang padamu agar
kau mempercayaiku?” jawabku mengelak.
![]() |
situ bikin gemes aja.. |
Karin pun terdiam
dan tertegun karena perkataanku tersebut.
Aku tidak bisa
menjelaskan suasana saat ini. Pokoknya semuanya sudah kacau balau dan sudah
tidak ada harapan lagi untuk bisa diperbaiki. Aku pikir lebih baik jika aku
segera mengakhiri pesta ini dan membuat ending yang baik pada akhir
acaranya.
“Dari pada
benggong, mending kita bersih-bersih. Lihat itu.. piring kotornya masih banyak”
kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Aku pun
memberikan Karin beberapa piring kotor dan memaksanya untuk segera pergi
kedapur. Ibuku pun sepertinya terlihat percaya padaku dan kembali melanjutkan
aktifitas yang dia kerjakan sebelumnya.
Setelah meja dan
tempat yang dipakai untuk pesta tadi sudah dibersihkan, maka aku langsung izin
pamit untuk masuk kekamarku. Begitu juga dengan Karin.
Setelah sampai
didalam kamarku, aku lalu duduk dikursi meja belajarku. Aku mematikan lampu
utama dan hanya menyalakan lampu belajarku yang sudah redup itu. Aku pun
kemudian mengeluarkan sebuah foto yang selalu kusimpan dibalik tumpukan buku
diatas meja belajarku.
![]() |
Cewek itu / DIA yang dimaksud sebelumnya |
Foto itu.. Hanya
dengan melihat foto itu membuatku teringat dengan semua kenangan masa laluku
dengannya. Semakin lama aku memandangnya semakin aku mengingat tentang dirinya.
Tak lama kemudian aku mulai menyadari bahwa air mataku ternyata telah menetes
keluar. Satu tetes.. Dua tetes.. dan semakin
lama semakin banyak air mataku yang menetes.
Didalam tangis kesedihanku itu, aku
pun bergumam didalam hati lalu berkata.
“Sebenarnya kau sekarang
berada dimana? Dan apa yang sedang kau lakukan? Apa kau memang benar-benar
sebegitu dalamnya membenciku?”
“Meskipun
begitu.. Setidaknya izinkan aku bertemu denganmu sekali lagi saja.. Rena”.
VOLUME 2 HIATUS SKTR 1 BLN-an