Sabtu, 11 November 2017

EPILOG - PESTA KECIL-KECILAN

EPILOG 
“PESTA KECIL-KECILAN”



Wajah Karin ketika sedang tidur sangatlah lucu. Membandingkan wajah cantiknya itu dengan sebuah boneka Barbie aku pikir bukan suatu hal yang salah. Dia terlihat sepeti cewek polos yang alim yang belum tahu menahu tentang hal-hal mesum. Aku memandang wajah cantiknya itu cukup lama sebelum akhirnya aku harus rela untuk segera membangunkannya karena bus yang kami tumpangi akan segera sampai dihalte dekat komplek perumahan kami.


jgn begadang ya

“Bangun.. Bangun.. Karin” ucapku dengan cukup kuat.


Sudah berapa kali aku memanggilnya tapi adik perempuanku ini belum bangun juga. Aku pun memutuskan menepuk-nepuk pipi adik perempuanku ini sambil memanggil-manggil namanya.


“Karin.. Bangun!” ulangku sambil menepuk pipinya.

“Oh.. Kakak? Ada apa?” tanyanya kebingungan.


Kali ini sepertinya usahaku berhasil.


“Kita sudah mau sampai dekat rumah, ayo cepat bangun” perintahku lembut.

“Ohh.. begitu ya. Baiklah.. aku bangun deh” jawabnya lesu.


Karin pun akhirnya bangun dan duduk dalam posisi normal kembali. Ahh.. aku tak tega merelakan bahuku ini harus kehilangan teman sandarannya.


Bus yang kami tumpangi pun akhirnya tiba dihalte dekat rumah kami. Aku dan Karin pun lalu segera turun dan mulai berjalan menuju kerumah kami. Oh iya, sebelumnya kami habis dari berbelanja bahan makanan dari supermarket terdekat. Aku terpaksa harus naik bus karena adik perempuanku ini ngotot ingin pergi kesana dengan naik bus. Setelah kupikir-pikir, aku memilih untuk menyetujui tawarannya saja karena biasanya pada hari libur seperti ini jalan menuju supermarket cukup ramai.


Semenjak insiden sialku saat hari pertama masuk sekolah, aku belum pernah lagi berpergian dengan naik bus. Jadi mungkin kali ini tidak ada salahnya jika aku menuruti kemauan adik perempuanku ini. Kami berbelanja bahan masakan karena hari ini rencananya kami sekeluarga akan mengadakan “pesta” kecil-kecilan yang rutin dilakukan setiap bulannya.


Selama diperjalanan menuju kerumah kami, aku dan Karin pun berbincang-bincang.

wanjir gandengan

“Kak Aldi, hari ini kita mau masak apa?” tanya Karin dengan semangatnya.

“Hmm… Apa ya? Kalau tidak salah, ibu bilang tadi katanya dia mau masak banyak kan?” jawabku sambil memegang daguku.

“Karin bukan nanya jumlah masakannya banyak atau sedikit. Tapi jenis makanannya apa aja loh?” balasnya kesal.

“Hmm.. Kalau begitu nanti bagaimana kalau kita masak air?”

“Ihh.. Kak Al yang serius napa. Aku penasaran nih” 


Melihat ekspresi kesal dari seorang adik perempuan adalah salah satu kenikmatan tersendiri bagi seorang kakak. Haha..


lg ngambek nih

“Baiklah. Kita nanti akan masak mie goreng, telor goreng, nasi goreng, ayam goreng, ikan goreng, cumi goreng sama kerupuk. Pokoknya tema pesta kali ini serba goreng”.

“Ohh.. Serba goreng ya? Yes.. pasti gampang kalau cuman digoreng” ucapnya dengan wajah semangat.

“Hmm.. Walaupun tinggal goreng doang, tapi nanti jangan sampai gosongloh” peringatku padanya.

“Ish.. kakak kok gak percayaan banget sih?” tanyanya dengan muka cuek.

“Heh? Kakak cuman khawatir saja. Kakak percaya kok sama Karin” godaku sambil mengelus rambut panjangnya.

“Iya.. iya.. deh. Pokoknya kakak nanti lihat aja pasti masakanku gak gosong” ucapnya sambil tersipuh malu.

“Haha.. awas loh kalau nanti sampai gosong” jawabku sambil tertawa kecil.


[Haha]

rasain lo wkwk


Lagi, kali ini aku benar-benar menikmati lagi saat-saat seperti ini. Setelah membuatnya kesal kali ini aku bahkan berhasil menipunya dan lebih parahnya lagi dia ternyata percaya. Haha.. Jujur, menjahili adik perempuanku itu adalah suatu kenikmatan tersendiri bagiku walaupun aku tahu resikonya dia akan balas dendam padaku lebih sadis. Meskipun begitu, aku tidak akan kapok melakukannya karena melihat ekspresi dia saat marah itu juga bukanlah suatu kerugian.. Haha.


Kami berdua berhenti berbicara sebentar. Tak kusadari bahwa ternyata mengobrol sambil berjalan itu membuat perjalanan menjadi terasa singkat. Kami sudah berjalan hampir setengah perjalanan dan hanya tinggal beberapa ratus meter lagi untuk sampai dirumah kami. Dalam sisa jarak yang tersisa itu, Karin bertanya sesuatu yang sedikit membuatku shock.


“Kak Aldi.. “ dia memanggiku dengan lembut.

“Ada apa?” jawabku cuek.

“A-pa kakak saat ini sedang berpacaran?” tanyanya lesu dengan tidak percaya diri.


kepo deh si neng

Uhuk.. uhuk.. aku langsung mendadak batuk karena terkejut mendengar hal itu.


Tunggu sebentar.. Bagaimana bisa topik tentang makan-makan langsung mendadak berubah menjadi topik tentang berpacaran? Lebih-lebih yang bertanya padaku ini adalah adik perempuanku. Bukankah hal semacam itu biasanya ditanyakan oleh seorang kakak kepada adiknya dan bukan sebaliknya kan? Ah.. adikku ini memang cukup aneh.


“Eh.. Berpacaran? Untuk saat ini aku belum memikirkannya” jawabku jujur.


Aku menjawab seperti itu karena dimasa depan kelak aku juga memiliki rencana untuk memiliki seorang pacar. Jadi buat jaga-jaga aku bilang “saat ini” bukan “tidak akan”.


“Hm.. begitu ya” jawab adikku tampak tidak senang.

“Lebih-lebih kau tahu dari mana gosip aneh seperti itu?” tanyaku penasaran.


Dia sedikit terkejut mendengar pertanyaanku itu. Bisa dikatakan saat ini dia sedang gugup dan bertingkah sedikit aneh.


“Eh.. Anu.. Teman-teman sekelasku bilang seperti itu” ucapnya tidak yakin.


Sepertinya selama disekolah dia cukup memperhatikan gerak gerikku, kalau begitu agar dia tidak salah paham lebih jauh lagi lebih baik aku jujur kepadanya sekarang.


apa adikku seorang stalker?

“Aura adalah seorang cowok. Aku memang cukup dekat dengannya saat disekolah. Kemudian Sherin -nama cewek absurd-, aku kebetulan memang cukup sering satu kelompok dengannya tapi kami hanya sebatas teman” ucapku tegas.


Tentu saja perkataanku yang bilang bahwa aku hanya kebetulan sering satu kelompok dengan Sherin itu adalah bohong. Aku terpaksa satu kelompok dengannya karena perjanjian yang telah kami berdua sepakati sebelumnya.


“Eh.. kalau begitu bagaimana dengan Alyssa dari kelasku?” lanjutnya penasaran.


Aku dan Karin bersekolah di sekolah yang sama, SMA UB. Tetapi Karin berada dikelas 1 – 1 sedangkan aku berada dikelas 1 – 3. Jujur saja selain nama teman satu kelas, aku tidak terlalu hapal nama-nama orang dari kelas lain walaupun aku satu angkatan dengan mereka.


Aku juga tidak terlalu sering bergaul dengan orang lain diluar kelasku sendiri, apalagi dia adalah seorang cewek. Tapi jika kuingat kembali, kalau tidak salah dikelas 1 - 1 aku hanya mengenal Karin dan cewek tsundere. Tunggu sebentar.. apa Alyssa yang dia maksud itu adalah cewek tsundere?


“Alyssa, ya? Hm.. Aku memang sempat mengalami beberapa insiden dengannya. Tapi setelah itu kami tidak pernah berbicara lagi. Bisa dikatakan hubunganku dengannya hanya sebatas saling mengenal wajah”


“Hm.. Begitu ya. Baguslah jika begitu” ucapnya mencoba bersemangat kembali.

Walaupun dia bilang seperti itu, aku tahu dia masih belum percaya benar dengan perkataanku. Membahas hal seperti ini membuatku teringat atas kenangan masa laluku.


“.. A-ku.. Aku.. masih menungu DIA..” ucapku lesu sambil melihat kebawah.


Siapa "Dia"?
Menyadari perubahan emosiku, Karin pun segera mengalihkan pembicaraan dengan kembali membahas tentang masakan. Kami pun kembali berbincang-bincang dan melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Tak terasa kami pun akhirnya sampai juga dirumah kami.


[Salam]

“Kami pulang..” ucap aku dan Karin serentak.


Saat baru pertama kali masuk, aku melihat ibuku keluar menyambut kami sambil mengenakan celemek masak berwarna merah dan spatula yang sedang ia pegang ditangan kanannya.

 
okaid..
 

“Oh sudah sampai ya .. “ ucap ibuku tersenyum.

“Bagaimana dapat semua tidak bahannya?” lanjutnya penasaran.

“Iya dapat semuanya.. Hanya saja ikan lelenya yang ada disana ukurannya terlalu kecil dan baunya agak aneh, jadi aku beli ikan nila sebagai gantinya. Tidak apa-apa kan, Bu?” ucapku sambil memakai celemek hendak langsung mulai memasak.

“Iya tidak apa-apa kok. Ayo Karin.. cepat ganti baju sana terus kalau sudah nanti bantu ibu dan kakak masak” perintah ibuku.

“Iya Bu..” jawab Karin sopan.


Walaupun aku gemar membaca buku, aku bisa dibilang cukup ahli dalam hal masak-memasak. Dulu sewaktu aku masih kecil, setelah aku selesai membaca buku diatap petang hari, aku langsung pergi ke kedai pinggir jalan untuk membantu kedua orang tuaku memulai usaha masaknya. Selama itu juga aku belajar cara memasak dari ayah dan ibuku.


Setelah adik perempuanku ganti baju dan memakai celemek masaknya, aku lalu menyuruhnya untuk membasuh sayuran yang tadi kami beli disupermarket. Disela-sela waktu memasak, kami bertiga pun berbincang-bincang.


“Ibu, tema masakan “pesta” hari ini semuanya serba goreng ya?” tanya Karin penasaran.


Akhirnya datang juga moment ini saat adikku menyinggung-nyinggung soal tema “serba goreng” yang kukatakan sebelumnya. Haha.. Aku benar-benar tidak sabar.



“Serba goreng? Ibu memang rencana mau masak beberapa masakan dengan digoreng, paling 1 atau 2 masakan. Tapi gak semua masakan digoreng semua” jelas ibu.


Aku yang sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua hanya bisa menahan tawaku. Sial! Jangan sampai aku ketahuan bahwa saat ini aku sedang bahagia sekali.



Karin pun lalu melihatku dengan tatajan tajam dan raut wajahnya yang sedang menahan marah.


“KAKAK!!” teriak adikku marah.

“Apa?” jawabku polos seakan tak bersalah.

dasar siscon lo!


Dia pun mendekatiku dan memukul-mukul badanku dengan sayuran yang sedang dia basuh. Awalnya aku cukup menikmati perlakuan ini (apa aku seorang masokis?), tapi lama kelamaan aku mulai kesal.


“Karin.. Karin.. Dengar kakak” ucapku sambil memegang kedua lengan atasnya dengan tanganku.


Saat aku memperlakukannya seperti itu, Karin lalu berhenti memukulku. Aku lalu mengatakan sesuatu kepadanya dengan penuh kepercayaan diri.


“Karin… Kau harus percaya bahwa kali ini kakak benar-benar minta maaf. Kau harus tahu kalau kakak selalu percaya padamu. Semua orang dirumah ini termasuk ibu dan ayah juga sangat mempercayaimu. Oleh karena itu, kau juga harus percaya pada kakak”

“Per–caya?” ucapnya ragu-ragu.

“Benar.. percayalah pada kakak!” ucapku tegas sambil menatap lekat kedua matanya.


Dia diam lalu menggebungkan pipinya.


“Hah! Percaya HONGKONGmu! Kakak itu tukang bohong tahu!” ucapnya marah-marah.

 
ndasmu mas

Karin pun menghiraukan permintaan maafku dan kembali memukul-mukul badanku dengan sayuran basah yang sedang ia pegang. Aku juga tak lupa untuk melihat ekspresi ibuku yang juga ikut tertawa bahagia.


Aku memang dari awal sudah merencanakan peristiwa penuh tawa seperti ini agar terjadi. Walaupun harus membuat diriku terlihat tampak bodoh, aku merasa seperti sudah berkewajiban untuk membuat suasana keluargaku ini menjadi gembira dan tidak suram. Hal ini juga aku lakukan sebagai salah satu perbuatan penebusan “dosa-dosaku” terhadap keluargaku ini.


Kami pun kembali melanjutkan acara masak-memasak kami. Tak hanya masakan utama, kami pun juga mencoba membuat minuman sendiri. Kali ini Karin diberi tugas oleh ibu untuk mengurus minuman yang akan dihidangkan dipesta kelak. Tak terasa kami menghabiskan waktu hingga sore hari untuk menyelesaikan masakan yang kami buat. Oh iya, pestanya sendiri akan dimulai pada malam hari.

ayo siapa yg mau beresin?


Aku dan Karin pun mulai membersihkan ruangan pesta dan mulai menyajikan makanan di meja besar yang ada diruang tengah. Tak lupa minuman pendamping yang dibuat oleh Karin juga dihidangkan. Ah.. Akhirnya semua selesai dan kami hanya perlu menunggu malam hari tiba agar “pesta” nya dimulai.


ngiler2 dah lo pada wkwk

Perlu kau ketahui, “pesta” yang aku maksud sebenarnya hanyalah sebuah acara makan bersama satu keluarga. Sejak ayahku adalah seorang Direktur Centriz Group, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya dan selalu lembur larut malam hingga membuatnya tidak pernah jarang sekali makan bersama dirumah. Kami selalu hanya bertiga untuk makan malam bersama setiap malam harinya. Hal ini membuat Ibuku berinisiatif untuk membuat sebuah “pesta” setiap bulannya dan membujuk ayah untuk menyisahkan waktunya. Ayah pun menyetujuinya dan akhirnya terjadilah “pesta” omong kosong ini.


Bohong besar jika aku mengatakan aku setuju dengan “pesta” ini. Jujur saja aku tidak menyukai acara semacam ini dilakukan karena dengan diadakan pesta seperti ini seakan menjadi bukti kuat bahwa lelaki yang kupanggil ayah tersebut telah gagal menjadi seorang ayah sebenarnya untuk Aku dan Karin dan seorang suami untuk ibuku.


Ingin sekali rasanya aku berteriak dan mengungkapkan semua emosi yang kurasakan selama ini kepada ayahku. Tapi entah kenapa setiap kali aku ingin mengeluarkannya aku selalu berakhir dengan berhenti melakukannya.


Aku melihat ibuku..  jujur aku benar-benar tidak bisa membayangkan saat melihat ekspresi ibuku yang sangat bahagia setiap kali mempersiapkan pesta itu mendadak berubah menjadi sedih hanya karena keegoisanku semata. Aku juga mengkhawatirkan Karin, karena hanya pada moment pesta ini sajalah dia bisa melepas rindu dengan ayahnya itu.


Setelah selesai menyiapkan seluruh persiapan pesta, Kami bertiga pun menunggu kehadiran ayah dirumah. Cukup lama kami menunggu kehadirannya namun pada akhirnya ayah sampai juga dirumah. Aku lalu melihat waktu sekitar sudah pukul 20.00 malam. Hei ayah.. Bukankah ini terlalu malam untuk kau sebut makan malam?


gue bos disini

“Maaf.. ayah telat karena tadi ada meeting mendadak dengan client” jelasnya menyesal.


Kami semua terdiam karena tidak biasanya ayah pulang selarut ini ketika hari pesta. Aku memerhatikan ekspresi ibu dan Karin yang sama-sama tertunduk kecewa. Aku sebagai pemimpin sesungguhnya keluarga ini, harus cepat bertindak agar pesta yang sudah ditunggu-tunggu ini berjalan lancar.


“Ahhh.. Dasar Pak Budi! Lambat banget kalau lagi bawa mobil” ucapku dengan nada kesal.

“Kalau Pak Budi bisa agak ngebutan dikit bawa mobil, pasti ayah gak bakal setelat ini” lanjutku dengan suara lantang.


woy siapa suruh kau telat!!

Maaf Pak Budi.. Aku tidak kepikiran lagi hal lain yang bisa kujadikan alibi yang bagus. Sekali lagi maaf Pak Budi, aku janji sebagai gantinya besok aku yang akan membersihkan mobil ayah. 


Perkataanku itu membuat semua orang menjadi memperhatikanku. Baiklah sesuai rencana, aku akan “menyerang” ayah terlebih dahulu.


“Hm.. Ayah pasti capek kan dari pagi tadi kerja terus? Ini coba ayah minum Jus Alpokatnya. Kali ini Karin loh yang buat minuman” godaku pada ayah.


Ayahku lalu menoleh kearah Karin dengan senyum diwajahnya.


“Oh.. Karin sayang. Kamu yang buat minuman ini?”

“.. I-iya“ jawab Karin malu-malu.


Ayah pun meminum Jus buatan Karin tersebut, lalu setelah meminumnya ia tak lupa berkomentar.


“Hua.. Jusnya enak sekali. Anak ayah sekarang sudah jago masak rupanya” ucap ayahku bahagia sambil mengelus rambut Karin”.


whoaa.. kawai cok

Setelah itu suasana akhirnya menjadi sedikit cair. Ibu dan Karin pun mulai terbuka dan mengobrol lepas dengan ayah. Kami pun lanjut memakan makan malam kami bersama. Tak lupa aku juga menyelingi makan malam ini dengan beberapa lelucon yang sudah kupersiapkan sebelumnya. Ayahku sepertinya juga mulai mengikuti arus dan mulai mencoba mengakrabkan diri dengan kami semua.

“Bagaimana Karin sekolah barunya?” tanya ayah penasaran.

“Hm.. Baik-baik saja kok yah cuman kakak pas disekolah sombong banget sama Karin kayak gak mau diganggu aja” ucap Karin melirikku kesal.


Aku pun menyela pembicaraan mereka dan ikut nimbrung untuk berkomentar.


“Eh.. kakak itu tidak sombong tau. Karin selalu datang menemui kakak pas di waktu yang kurang tepat terus. Coba cari waktu yang agak sedikit santai untuk menemui kakak” jelasku padanya.

“Bohong yah.. Kakak itu sombong banget kalau sudah disekolah” balas Karin tidak mau kalah.


Sudah jelas bahwa aku akan menghindari pertemuanku dengan Karin saat kami berdua berada disekolah. Biar aku beritahu, Karin itu termasuk golongan cewek populer disekolahku sehingga banyak cowok yang menaksirnya. Dan aku tidak mau berurusan dengan cowok-cowok itu karena mereka belum tahu bahwa aku ini hanyalah kakaknya saja.


Melihat Aku dan Karin yang saling menatap kesal satu sama lain, ibu dan ayah pun menjadi tertawa bahagia. Ayahku pun lalu berkata.


akhirnya senyum juga nih orang

“Haha.. sudah.. sudah. Aldi.. coba sesekali kamu yang duluan mendatangi Karin. Kan tidak ada salahnya menemui adik sendiri?” perintah ayah padaku.

“Hm.. iya baiklah” jawabku cuek.


Jujur aku memang dari luar mengatakan bahwa aku setuju dengan perintahnya, tapi ketahuilah bahwa itu semua hanyalah omong kosongku belaka.


“Dan Karin.. Kamu juga harus belajar mandiri ketika disekolah ya sayang. Jangan terlalu ketergantungan sama kakakmu, mengerti?” tanya ayahku pada Karin.

“Iya.. Baik, yah“ jawab Karin mengerti.


Setelah selesai menyantap makanan utama, ibu dan Karin pun membenahi meja dan membawa piring – piring kotor ke dapur. Tampaknya mereka berdua memutuskan untuk langsung mencuci piring-piring kotor tersebut didapur. Letak dapur dirumah kami ini pun cukup jauh dari ruang tengah.


Di ruang tengah hanya tersisa aku dan ayah dengan ditemani teh dan beberapa makanan penutup. Suasana diantara kami berdua menjadi hening karena baik aku maupun ayah tahu “identitas” sebenarnya masing-masing dari kami.


Aku sendiri sudah memperkirakan situasi seperti ini akan terjadi dan untungnya aku sudah merencanakan topik yang harus dibicarakan bersama ayahku saat kondisi seperti ini terjadi.


Saat berada dalam situasi seperti ini, aku hanya perlu berubah menjadi sosok seorang anak bodoh yang nakal. Dengan kenakalan palsu yang kubuat-buat, otomatis sebagai seorang Ayah dia akan merasa wajib untuk menasihatiku panjang lebar dan aku hanya perlu menatap kebawah dan bersikap seakan-akan menyesali semua perbuatanku. Ketika satu kenakalan palsuku telah selesai dinasihatinya, maka aku hanya perlu mencari kenakalan palsu lainnya untuk aku bicarakan. Aku akan terus menerus melakukan pola seperti ini sampai ibu dan Karin selesai menyelesaikan urusannya.


Aku lalu berkata untuk memulai rencanaku.

 
“Yah.. uang bulananku sudah habis. Boleh minta uang lagi gak?” tanyaku polos.


[Tehee]


berhasil gak ya?

Setelah mendengar perkataanku itu, ayahku tidak berkomentar apapun dan hanya menatapku tanpa ekspresi. Dia malahan mengeluarkan Aura negatif yang membuat suasana diantara kami berdua kembali menjadi tegang.


“Aldi…” ucapnya penuh wibawa.


jangan main2 sama gue

Ah.. Ini dia. Akhirnya gaya bicara dan sikap dia yang sesungguhnya keluar. Baiklah, kalau begitu kali ini aku juga akan serius.


“Apa?” jawabku dengan percaya diri.

“Saya lumayan senang karena kau sekarang sepertinya benar-benar terlihat berbeda jika dibanding saat kau masih SMP dulu”.

“Dan kau sepertinya juga terlihat jauh lebih berguna saat kau sudah meninggalkan hobi mesum burukmu itu”

“Oh.. Begitu“ balasku singkat.

“Tapi jujur saya sebagai ayahmu ingin kau untuk segera melupakan segala sesuatu tentang “cewek itu” ucap ayahku tegas.


Mendengar hal itu aku langsung terdiam dan membanting gelas yang sedang kugenggam keatas meja dengan cukup kuat. Lagi dan lagi. Pola pertanyaan seperti ini membuatku muak. Aku sangat sensitif dengan topik yang membahas masa laluku apalagi jika sudah menyangkut “cewek itu”.


“Ayah tahu sumber semua perbuatan nakalmu sewaktu SMP semuanya disebabkan karena perbuatan cewek itu. Ayah bahkan binggung, sebetulnya apa bagusnya cewek itu?” ucapnya jengkel.

“AYAHHH!!” teriakku marah sambil berdiri.


Tidak! sial!

Aku lepas kendali dan tak kusadari aku berakhir dengan membentaknya.


“Sadar Aldi! Lupakan dia! Kau harus terima kenyataan bahwa kau itu sudah dicampakkan oleh dia! Dia bukanlah orang yang pantas untuk kau tunggu sampai bertahun-tahun!” teriak ayahku tegas sambil menatap lekat kedua mataku.


Aku yang tidak bisa mengelak pertanyaan tersebut hanya bisa berdiri kesal dengan mata tertunduk sambil mengenggam kuat kedua tanganku. Aku benar-benar tak tahan lagi dengan situasi ini.


Kegaduhan yang kami berdua buat sepertinya terdengar oleh ibu dan Karin yang sedang berada didapur. Aku hanya bisa tertunduk lesu saat Ibuku dan Karin datang menghampiri ruang tengah tempat aku dan ayah tadi berada.


Ibuku pun lalu bertanya kepadaku.


“Ada apa, Aldi? Kenapa wajahmu menjadi sedih begitu?” tanya ibu prihatin.


Mentalku sekarang sudah benar-benar kacau. Aku tidak bisa lagi berpikir jernih. Ditanya hal seperti itu disaat kondisi mentalku sedang kacau seperti ini membuatku menjadi gila. 

Biarkan aku sendiri

“Ahh.. Bukan apa-apa. Ayah hanya menegurku soal motorku yang tempo hari bocor dan aku hanya sedikit kesal” ucapku sambil melihat tajam ayah.


Ibuku pun balik menoleh kearah ayah seakan hendak mengkonfirmasikan kebenaran tentang perkataanku sebelumnya.


“Iya benar. Aku hanya sedikit memarahinya soal motornya tempo hari” jawabnya dingin.


Suasana menjadi hening. Tidak ada satupun yang mencoba mengalihkan pembicaraan. Ayahku pun mengambil kesempatan ini untuk segera “kabur”.


“Sepertinya Ayah sudah cukup kenyang. Ayah ingin mandi dan istirahat, besok pagi ayah ada meeting penting dikantor”.

“Hm.. Baiklah” jawab ibu lembut.

“Karin.. terima kasih yah sayang makanannya.. Anak ayah emang pintar” ucap ayah sambil memeluk Karin. Dia juga tak lupa mencium kening ibuku.

“Oh i—ya.. yah” Karin sepertinya cukup senang sampai-sampai dia tersipuh malu.


Sebelum sepenuhnya berbalik badan, aku dan Ayah sempat bertatap mata sebentar. Setelah itu dia lalu berjalan menuju kamarnya dan meninggalkan kami bertiga yang masih berada diruang tengah. Setelah ayahku benar-benar telah masuk kedalam kamarnya, ibu pun kembali bertanya padaku.


“Aldi.. Jelaskan keibu sekarang suara ribut apa tadi!” perintah ibuku marah.


kasih tau gak ya?

Aku memang jarang melihat ibuku marah, tapi sekali dia marah maka dia menjadi sangat menakutkan.


“Seperti yang aku dan ayah bilang, aku hanya dimarahi oleh ayah soal motorku” jelasku sopan.


Karin pun mendekatiku dan juga ikut nimbrung mengomentariku.

“Bohong.. Itu pasti kakak bohong” ucapnya kesal.

“Apa kau juga tidak percaya padaku, Karin? Bukannya tadi pagi aku sudah bilang padamu agar kau mempercayaiku?” jawabku mengelak.


situ bikin gemes aja..

Karin pun terdiam dan tertegun karena perkataanku tersebut.


Aku tidak bisa menjelaskan suasana saat ini. Pokoknya semuanya sudah kacau balau dan sudah tidak ada harapan lagi untuk bisa diperbaiki. Aku pikir lebih baik jika aku segera mengakhiri pesta ini dan membuat ending yang baik pada akhir acaranya.


“Dari pada benggong, mending kita bersih-bersih. Lihat itu.. piring kotornya masih banyak” kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.


Aku pun memberikan Karin beberapa piring kotor dan memaksanya untuk segera pergi kedapur. Ibuku pun sepertinya terlihat percaya padaku dan kembali melanjutkan aktifitas yang dia kerjakan sebelumnya.


Setelah meja dan tempat yang dipakai untuk pesta tadi sudah dibersihkan, maka aku langsung izin pamit untuk masuk kekamarku. Begitu juga dengan Karin.


Setelah sampai didalam kamarku, aku lalu duduk dikursi meja belajarku. Aku mematikan lampu utama dan hanya menyalakan lampu belajarku yang sudah redup itu. Aku pun kemudian mengeluarkan sebuah foto yang selalu kusimpan dibalik tumpukan buku diatas meja belajarku.


Cewek itu / DIA yang dimaksud sebelumnya

Foto itu.. Hanya dengan melihat foto itu membuatku teringat dengan semua kenangan masa laluku dengannya. Semakin lama aku memandangnya semakin aku mengingat tentang dirinya. Tak lama kemudian aku mulai menyadari bahwa air mataku ternyata telah menetes keluar. Satu tetes.. Dua tetes..  dan semakin lama semakin banyak air mataku yang menetes. 


Didalam tangis kesedihanku itu, aku pun bergumam didalam hati lalu berkata.


“Sebenarnya kau sekarang berada dimana? Dan apa yang sedang kau lakukan? Apa kau memang benar-benar sebegitu dalamnya membenciku?”

“Meskipun begitu.. Setidaknya izinkan aku bertemu denganmu sekali lagi saja.. Rena”.



VOLUME 2 HIATUS SKTR 1 BLN-an